Hal ini diperkuat lewat survei yang menyatakan bahwa satu di antara tujuh kasus perceraian antar pasangan disebabkan oleh Facebook.
Lalu, mereka juga menyatakan bahwa dari beberapa media sosial yang ada, nyatanya facebook menjadi "zona merah" bagi pasangan.
Salah mengartikan komentar, like, atau foto dapat menyebabkan pertengkaran antar pasangan.
Selain itu, Facebook juga membuat dunia semakin kecil. Dengan mudah, pasangan dapat melihat dan membandingkan kehidupan pasangan di masa lalu dan masa sekarang.
Bukan hanya menyebabkan konflik, tak jarang Facebook akhirnya memperkeruh hubungan yang sedang berada dalam konflik.
Hasil survei menyatakan bahwa 14 persen pasangan diketahui memata-matai halaman Facebook pasangannya.
Kemudian, sebanyak 20 persennya mempertanyakan langsung kesetiaan dari pasangannya, 33 persen lainnya memendam pertanyaan mengenai kesetiaan pasangan.
Satu diantara sepuluh pasangan bahkan mengatakan mereka menyembunyikan unggahan foto maupun tulisan dari pasangan.
Selanjutnya, sebanyak delapan persen pasangan mengakui memiliki akun sosial media rahasia yang tak diketahui oleh pasangannya.
Pemimpin dari divisi hukum keluarga di Slater and Gordon, Andrew mengatakan, "Kami sekarang secara aktif menyarankan para klien kami untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan Facebook dan segala bentuk media sosial, karena ini dapat menjadi perusak hubungan yang potensial. Media sosial juga dapat membuat proses perceraian makin sulit. Perceraian sendiri telah membuat stres, apalagi jika semua orang merepson lewat posting yang diunggah pada media sosial."(sumber)