Rendang daging sapi. Ayam kari. Sayur buncis. Orek tempe. Telur balado. Telur opor. Tumis toge. Ikan goreng balado. Rempeyek. Kerupuk. Emping. Apakah ini menu rumah makan di Jakarta?
Ternyata bukan. Anda sedang berada di warung Indonesia di sebuah jalan bernama Laarderweg di kota kecil bernama Bussum di Belanda Utara. Nama resmi warungnya "Sinar Djaya: Indonesische Afhaalcentrum" alias warung take away ala Indonesia.
"Warung ini sudah buka sejak 1986," kata Hira Lal, pemilik warung, saat ditemui Arfi Bambani Amri, jurnalis VIVAnews yang tengah mengikuti kursus singkat multimedia di Amsterdam, akhir April 2010. Namun Hira hanyalah pelanjut warung dari pemilik sebelumnya sejak tahun 2001.
Hira berasal dari Malang, Jawa Timur. Setamat sekolah menengah pertama di Malang, pria kelahiran tahun 1965 ini melanjutkan sekolah menengah atas di Belanda mengikuti kedua orang tuanya yang bermigrasi ke negeri kincir angin ini. Hira kemudian berkuliah di jurusan ekonomi Universitas Erasmus Rotterdam.
"Setelah lulus, awalnya saya bekerja di bursa saham," kata Hira dengan Bahasa Indonesia logat Jawa Timur yang kental. Namun Hira mengaku tak tahan bekerja di bidang saham karena alasan keyakinan.
"Duitnya tak jelas," kata Hira. "Lebih baik jualan warung begini," kata Hira, "Jelas halal."
Percakapan kami terinterupsi. Seorang pria kulit putih berambut pirang masuk ke warung di pinggir jalan itu. Dia lalu memesan nasi goreng rames. Hira pun bergegas mengemasnya, disertai sejumlah lauk seperti daging rendang dan sayur buncis. Sebelum diangsurkan ke pembeli, nasi goreng rames itu pun terlebih dulu dipanaskan.
"Favorit saya nasi goreng rames," kata pria yang diketahui bernama Henk itu. "Hampir setiap minggu saya ke sini," katanya kepada VIVAnews. "Lekker!"
Nasi goreng rames yang dimaksud adalah nasi goreng yang disertai aneka lauk dan sayur. Menu ini, kata Hira, memang menjadi favorit utama warga Belanda.
Karena itu pula, Hira menjamin semua makanan yang dijualnya halal. Meski demikian, pelanggan Hira justru kebanyakan adalah warga asli Belanda.
"Salah satu pelanggan saya itu John de Mol," katanya. "Kamu tahu siapa dia? Dia itu salah satu orang terkaya di Belanda, pemilik stasiun televisi nomor satu di sini," katanya.
Bussum, kota kecil di pinggiran Amsterdam ini, memang menjadi kawasan tempat tinggal orang-orang kaya Belanda. John de Mol adalah salah satu warga kota kecil yang berpenduduk 30.000 ribu lebih itu.
Dan selang beberapa menit kemudian, perbincangan kami kembali terinterupsi, telepon berdering. Hira mengangkatnya. Rupanya Hira melayani pesan antar ke alamat melalui telepon dan e-mail. Untuk e-mail, pembeli bisa membuka www.sinardjaya.nl.
Berapa omzet Hira dalam sebulan? "Cukuplah," kata Hira yang telah menikah dengan warga Belanda bernama Brigita itu. Hira menolak menyebut rinciannya.
"Begini, taoge itu satu kilogram harganya satu euro. Setelah diolah nanti, bisa jadi enam belas euro," katanya memberi perumpamaan penghasilannya. Dan sayur taoge adalah salah satu favorit di warung ini.
Kemudian hal lain, ayah tiga anak itu memiliki dua karyawan. Satu orang membantunya di dapur memasak dan satu lagi membantu mengantar pesanan. Sementara Hira sendiri juga turun langsung melayani pembeli.
Hira juga memiliki dua mobil di rumahnya. Salah satu mobilnya berfungsi sebagai pengantar bahan makanan karena Sinar Djaya juga meladeni katering.
sumber : http://www.ngobrolaja.com/showthread.php?t=82408