BERSIKAP dan berkata jujur sebaiknya diajarkan kepada anak sejak usia dini. Yang paling penting dilakukan orangtua adalah mendidiknya dengan cara yang lembut dan memberikan contoh yang baik.
Ketika Dylan Bocanegra berusia tiga tahun, dia selalu berbohong dan menyalahkan kucing yang dipelihara keluarganya, Bamboo, untuk hampir semua kelakuan nakalnya. Apalagi mengingat ibunya, Eva-Marie Fredric, adalah seorang produser film dan opera sabun di Los Angeles, Amerika Serikat. Saat terlihat gambar dari krayon mengotori seluruh dinding ruang tamu, Dylan mengatakan, Bamboo yang melakukannya.
Saat botol plastik masuk ke dalam toilet? Bamboo juga yang disebut melakukannya. Asap mengepul dari TV? Yap, pasti kita tahu siapa yang akan disalahkan. ”Seperti kebanyakan seorang balita, Dylan memiliki imajinasi dan kemampuan bercerita yang tinggi,” kata Fredric. ”Kucing kami menjadi kambing hitam untuk semua kesalahan yang dia lakukan,” lanjutnya.
Namun, itu kejadian setahun lalu. Dylan kini tumbuh menjadi anak yang manis, tapi beberapa hal memang tidak pernah berubah. Seperti juga anak prasekolah yang lain, sejak masa lalu hingga kini, mereka selalu melakukan seperti yang dia mau lakukan dan kadang berkelit dari kebenaran. Anakanak prasekolah (usia 3–5 tahun) memang sedang belajar untuk memahami garis antara realitas dan fantasi.
Menceritakan sebuah kebohongan atau berkhayal dengan daya imajinasi tinggi sebenarnya bukanlah suatu cara yang tidak biasa untuk menjelajahi batasan tingkah laku pada masa ini.
Orangtua sering didesain untuk bereaksi dengan keras untuk apa yang mereka anggap sebagai kebohongan. Namun, hal ini sejatinya tidak selalu menjadi cara terbaik untuk menangani situasi.
”Pada usia 3 tahun sering kali orang tua akan berkata, ‘Wah, anak saya berbohong. Dan saya tidak tahu apa yang harus dilakukan’,” kata Tanya Remer Altmann MD FAAP, seorang dokter anak dan penulis buku “Mommy Calls: Dr. Tanya Answers Parents Top 101 Questions About Babies and Toddlers”. ”Tapi itu menjadi garis yang tidak jelas antara kenyataan dan apa yang ada di imajinasi mereka,” terangnya. Katakanlah anak Anda yang berusia 3 tahun menumpahkan susu di lantai. Saat Anda bertanya, ‘Siapa yang menjatuhkan ini?’ dan anak Anda berkata, ‘Bukan aku’, ini bukan berarti bahwa anak Anda sedang berbohong.“ Dia mungkin sebenarnya ingin susu itu tidak tumpah. Atau jika kejadian itu sudah berlangsung satu jam yang lalu, mungkin dia tidak ingat telah melakukan itu,” ujar Altmann seperti dikutip dari laman webMD.com. Mark Bowers PhD, seorang psikolog anak di Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat menjelaskan, siapa pun di bawah usia 5 tahun terlalu kecil untuk memahami apakah sebenarnya kebohongan itu. Mereka tidak memiliki kapasitas kognitif yang sama seperti seorang anak yang telah berusia TK yang mulai mempelajari perbedaan antara benar dan salah. ”Anda tidak memiliki kewenangan untuk menghukum anak di masa depan hanya karena dia tidak mengaku siapa yang menumpahkan susu di dapur,” tutur Bowers.
Jika Anda menangkap basah anak Anda sedang mencoret-coret dinding, padahal sebelumnya dia tidak mengaku,Anda mungkin tergoda untuk mendampratnya. Namun, kemungkinan besar dia tetap akan mengelak karena tidak ingin mendapat masalah dan membuat Anda marah. Bowers mengatakan, lebih baik jelaskan kepada anak bagaimana aturan yang diterapkan di rumah dan jangan lupa tawarkan solusi. “Misalnya, katakan bahwa Mama memiliki aturan di rumah bahwa kamu hanya boleh menggambar di kertas. Jadi, sekarang ambil sabun dan bantu Papa membersihkannya,” paparnya.
Biasanya untuk menghindari tuduhan kepada anak, Bowers mengacu pada Columbo approach atau bermain bodoh. Kepada anak, Anda dapat mengatakan, ‘Oh, Mama bingung bagaimana susu ini bisa tumpah ya? Tetapi akan lebih baik jika seseorang bisa membantu Mama membersihkannya’. Setelah anak Anda datang dan membantu Anda, berikan dia dukungan dan pujian saat ikut membantu. ”(Kegiatan) ini adalah kesempatan untuk mengajarkan anak Anda apa yang harus mereka lakukan di masa-masa mendatang,” kata Altmann. ”Kecuali itu (kejadian berbohong) yang benar-benar serius, tinggalkan jauh-jauh segala bentuk hukuman dan ubahlah menjadi kesempatan anak untuk belajar,” lanjutnya lagi.
Lalu bagaimana dengan tokoh superhero atau dunia kartun imajinasi yang sebenarnya di dunia nyata tidak ada? “Jiwa kreativitas memang tengah berada pada titik tertinggi dari usia 3 sampai 5 tahun,” kata Bowers. Bermain imajinasi sejatinya adalah bagian dari pertumbuhan alami anak dan penting bagi perkembangannya. Mulai dari teman khayalan, tokoh fantasi superhero, angan-angan atau berbicara tentang tempat-tempat yang belum pernah anak kunjungi seperti Disneyland, mungkin terlintas di benak mereka. Anda dapat membantu memelihara imajinasi anak Anda sambil tetap mengajarkan mereka betapa pentingnya sebuah kejujuran. Jangan khawatir jika anak Anda menceritakan secara detail perjalanan fiktifnya ke Disneyland.
Cukup menanggapinya dengan mengatakan, ‘Ya, kamu tahu, kita belum pernah ke Disneyland. Tetapi kalau kita memang pergi, apa yang akan ingin kamu lakukan?’. “Bila memungkinkan, bersenang- senanglah dengan dia,” ujar Bowers. ”Bergabunglah sehingga dia dapat memburu apa yang ada di imajinasinya,” lanjutnya. Anak-anak prasekolah sering kali berkelit dari kenyataan untuk mendapatkan perhatian Anda. “Anda dapat mendorong anak Anda untuk mengatakan yang sebenarnya,” kata Fran Walfish PsyD, seorang psikoterapis anak dan keluarga dan penulis buku The Self-Aware Parent.
Salah satu caranya, saran Walfish, katakan kepada anak Anda, “Kamu memiliki sebuah imajinasi yang indah dan ketika kamu mengatakan A, B, atau C, Mama tidak bisa selalu tahu apakah itu imajinasi kamu atau itu nyata. Yang paling penting, yang membuat seseorang merasa aman dan nyaman antara dua orang berkomunikasi adalah ketika kita mengatakan yang sebenarnya dan selalu mengatakan apa yang ada dalam kenyataan”.
Paling utama, selalu berpikiran positif dan jangan menghakimi. ”Hal ini sangat penting untuk Anda bisa berkata lembut, tanpa menuduh, dan menaruh rasa tanggung jawab di tempat yang benar,” kata Walfish. ”Anda harus memberikan pemahaman kepada anak Anda dengan cara yang baik,” tambahnya.
Selain itu, gunakan bahasa anak seusianya agar dia dapat mengerti.
Sebagai contoh,Anda bisa mengatakan, “Sulit terkadang untuk memberi tahu Mama bahwa kamu yang melakukan (kenakalan) ini. Kamu mengatakan kucing yang melakukannya karena kamu khawatir Mama akan marah padamu Tapi kamu dan Mama sama-sama tahu bahwa kucing tidak dapat melakukannya. Mama adalah tipe ibu yang ingin mendengar bahwa kamu yang melakukan itu dan kemudian kita bisa bicara tentang cara-cara lain untuk bisa mendapatkan perhatian Mama”.
Altmann meminta orang tua untuk menggunakan kalimat positif. ”Kata-kata positif itu lebih penting untuk mengungkap kebenaran daripada hanya sekadar, ‘Oh, kamu berbohong’. Saya lebih setuju orangtua untuk tidak mengatakan hal tersebut,” katanya.
Tinggalkan jauh stigma negatif dengan misalnya memanggil anak Anda dengan pembohong, Walfish mengatakan, pelabelan pada diri anak akan membuatnya merasa buruk karena dia harus menyembunyikan sesuatu dari Anda. ”Anda tentu ingin melakukan hubungan dan komunikasi yang terbuka sehingga anak Anda dapat menceritakan semua hal kepada Anda,” tandasnya.
Anda tentu tidak perlu menunggu kejadian tidak enak terjadi dengan anak Anda. Bowers menyarankan Anda dan buah hati membaca buku bersama yang mendorong kejujuran, seperti The Boy Who Cried Wolf.
(SINDO//tty)
Sumber: www.okezone.com