Sebuah studi yang dimuat pada Jurnal Neuroscience menyebutkan, fenomena tersebut diakibatkan adanya syaraf dalam usus yang bertugas memberi sinyal kenyang ke otak. Syaraf tersebut bekerja dengan ritme berulang seperti jam.
Tim peneliti dari Universitas Adelaide melakukan serangkaian pengujian yang dilakukan pada tikus. Meski demikian, para ilmuwan yakin hasil penelitian ini juga berlaku pada manusia.
Dikutip dari Huffington Post, hasil penelitian menyebutkan bahwa saat tubuh terjaga, syaraf tersebut menjadi tidak sensitif.
Saat berada dalam periode tidak sensitif, syaraf tersebut tidak responsif mengirim sinyal kenyang ke otak. Itulah mengapa saat terjaga kita merasa lapar dan bisa mengonsumsi makanan sampai kenyang.
Sebaliknya pada malam hari, syaraf tersebut sangat sensitif. Saat kita tidur, syaraf tersebut menjadi responsif mengirim sinyal kenyang ke otak. AkibVerygood-Newsya hanya sedikit makanan yang dapat diterima tubuh dan kita tidak merasa lapar.
“Saat pergantiaan hari menuju periode yang diasosiasikan untuk tidur, syaraf di perut itu lebih sensitif meregang. Ia mengirim sinyal kenyang ke otak lebih cepat, sehingga asupan makanan dibatasi,” ujar Dr. Stephen Kentish, peneliti dalam Laboratorium Penelitian Syaraf Usus di Universitas Adelaide.
Ritme kerja syaraf tersebut terus berulang dalam 24 jam. Peneliti menyimpulkan syaraf inilah yang bertugas sebagai koordinator dalam tubuh. Ia menentukan bisa tidaknya tubuh menerima makanan sesuai asupan energi yang dibutuhkan tubuh.
#andaikata