Buku Hanya Fitnah dan Cari Sensasi, George Revisi Buku - Menanggapi kontroversi buku Membongkar Gurita Cikeas : Dibalik Skandal Bank Century karya George Junus Aditjondro, telah muncul buku tandingannya yaitu buku Hanya Fitnah dan Cari Sensasi, George Revisi Buku karya Setiyardi. Buku Hanya Fitnah dan Cari Sensasi, George Revisi Buku ini adalah buku yang ditujukan oleh penulisnya untuk merevisi, meluruskan dan mengklarifikasi kontroversi yang terjadi pada buku Membongkar Gurita Cikeas : Dibalik Skandal Bank Century karya George Junus.
Berikut ini beberapa halaman buku Membongkar Gurita Cikeas : Dibalik Skandal Bank Century yang menurut Setiyardi kurang menggunakan logika dan terkesan tidak tegas atau melompat-lompat.
( sumber : Berikut Isi Buku Tandingan "Gurita Cikeas" )
Halaman 14-15
“... sebelum Bank Century diambil alih oleh LPS, Boedi Sampurna, seorang cucu pendiri Pabrik Rokok PT HM Sampoerna, Lim Seng Thee, masih memiliki simpanan sebesar Rp1.895 miliar di bulan November 2008. Sedangkan simpanan Hartati Moerdaya sekitar Rp321 miliar. Keduanya sama-sama penyumbang logistik SBY dalam Pemilu lalu..”
Setiyardi menulis, entah darimana George tahu tentang uang simpanan Boedi Sampoerna dan Hartati Moerdaya di Bank Century? tak jelas asal sumbernya. Terlepas dari sumber antah bantahan ini, yang pasti Hartati Murdaya sebagai sosok yang dituding sudah mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah menyimpan dana di Bank Century.
Pada halaman 23
“Dwi Mingguan Explo dapat dijadikan indikator, sikap Partai Demokrat - dan barangkali juga, Ketua Dewan Pembinanya - terhadap Kebijakan Negara di Bidang ESDM. Misalnya, dalam pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yang nampaknya sangat dianjurkan oleh Redaksi Explo (c.q tulisan sdr. Noor Cholis ttg PLTN Muria)..."
Kata Setiyardi, tulisan ini jelas menggambarkan interpretasi sepihak dari penulis. Jika George bertindak cermat dalam menelaah referensi yang digunakan, tentu persepsinya tidak akan seperti itu.
Faktanya, tulisan Noor Cholis, alumnus Universitas Gajah Mada di Majalah Dwi Mingguan Explo merupakan paparan penelitiannya. Jadi tulisan itu bukanlah sikap dari Partai Demokrat. Apalagi jika dikaitkan sebagai sikap dari Presiden SBY, seperti yang tersirat dari interpretasi penulis. Sangat jauh panggang dari api.
Yang menarik adalah kritik Setiyardi terkait posisi Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam promosi Batik Allure pada halaman 56-57, di mana George menulis:
“... Adanya potensi konflik kepentingan antara Ny Ani Yudhoyono sebagai pembina yayasan itu, dan perusahaan batik baru yang telah mengorbitkan anak dan cucunya sebagai ikon, belum banyak disorot orang...”
Di sini, Setiyardi menyindir tajam seniornya di Majalah Tempo itu dengan mencatat:
Pernyataan ini sepenuhnya merupakan spekulasi si penulis belaka. Tidak ada sumber referensi yang akurat sebagai pendukung pernyataan tersebut, karena itu harus dikesampingkan.
Publik tahu, Allure Batik memulai suksesnya berawal dari sebuah garasi di Kawasan Simpruk, Jakarta. Modal awalnya Rp100 juta. Untuk sukses, pengusaha harus punya komitmen dan pantang putus asa. Satu lagi yang terpenting, positive thinking. Begitu Ade Kartika, Wakil Direktur sekaligus co-owner Allure Batik bercerita. Sementara nama Allure dipilih langsung oleh Lisa Mihardja yang diambil dari bahasa Prancis.
Bukankah tugas setiap warga negara, apalagi sebagai Ibu Negara untuk mempromosikan karya anak bangsa. Batik jelas merupakan milik bangsa Indonesia. Dan, setiap produsen yang ingin mempromosikan barang dagangannya, pasti akan menggunakan bintang iklan yang layak jual. Ini teori promosi yang sangat sederhana. Kalau ada produk yang membutuhkan ikon atau bintang iklan untuk sebuah tema provokasi dan sensasional, mungkin George Aditjondro akan dipilih untuk ikonnya.
Sumber:http://rohaditerate.blogspot.com
Berikut ini beberapa halaman buku Membongkar Gurita Cikeas : Dibalik Skandal Bank Century yang menurut Setiyardi kurang menggunakan logika dan terkesan tidak tegas atau melompat-lompat.
( sumber : Berikut Isi Buku Tandingan "Gurita Cikeas" )
Halaman 14-15
“... sebelum Bank Century diambil alih oleh LPS, Boedi Sampurna, seorang cucu pendiri Pabrik Rokok PT HM Sampoerna, Lim Seng Thee, masih memiliki simpanan sebesar Rp1.895 miliar di bulan November 2008. Sedangkan simpanan Hartati Moerdaya sekitar Rp321 miliar. Keduanya sama-sama penyumbang logistik SBY dalam Pemilu lalu..”
Setiyardi menulis, entah darimana George tahu tentang uang simpanan Boedi Sampoerna dan Hartati Moerdaya di Bank Century? tak jelas asal sumbernya. Terlepas dari sumber antah bantahan ini, yang pasti Hartati Murdaya sebagai sosok yang dituding sudah mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah menyimpan dana di Bank Century.
Pada halaman 23
“Dwi Mingguan Explo dapat dijadikan indikator, sikap Partai Demokrat - dan barangkali juga, Ketua Dewan Pembinanya - terhadap Kebijakan Negara di Bidang ESDM. Misalnya, dalam pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yang nampaknya sangat dianjurkan oleh Redaksi Explo (c.q tulisan sdr. Noor Cholis ttg PLTN Muria)..."
Kata Setiyardi, tulisan ini jelas menggambarkan interpretasi sepihak dari penulis. Jika George bertindak cermat dalam menelaah referensi yang digunakan, tentu persepsinya tidak akan seperti itu.
Faktanya, tulisan Noor Cholis, alumnus Universitas Gajah Mada di Majalah Dwi Mingguan Explo merupakan paparan penelitiannya. Jadi tulisan itu bukanlah sikap dari Partai Demokrat. Apalagi jika dikaitkan sebagai sikap dari Presiden SBY, seperti yang tersirat dari interpretasi penulis. Sangat jauh panggang dari api.
Yang menarik adalah kritik Setiyardi terkait posisi Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam promosi Batik Allure pada halaman 56-57, di mana George menulis:
“... Adanya potensi konflik kepentingan antara Ny Ani Yudhoyono sebagai pembina yayasan itu, dan perusahaan batik baru yang telah mengorbitkan anak dan cucunya sebagai ikon, belum banyak disorot orang...”
Di sini, Setiyardi menyindir tajam seniornya di Majalah Tempo itu dengan mencatat:
Pernyataan ini sepenuhnya merupakan spekulasi si penulis belaka. Tidak ada sumber referensi yang akurat sebagai pendukung pernyataan tersebut, karena itu harus dikesampingkan.
Publik tahu, Allure Batik memulai suksesnya berawal dari sebuah garasi di Kawasan Simpruk, Jakarta. Modal awalnya Rp100 juta. Untuk sukses, pengusaha harus punya komitmen dan pantang putus asa. Satu lagi yang terpenting, positive thinking. Begitu Ade Kartika, Wakil Direktur sekaligus co-owner Allure Batik bercerita. Sementara nama Allure dipilih langsung oleh Lisa Mihardja yang diambil dari bahasa Prancis.
Bukankah tugas setiap warga negara, apalagi sebagai Ibu Negara untuk mempromosikan karya anak bangsa. Batik jelas merupakan milik bangsa Indonesia. Dan, setiap produsen yang ingin mempromosikan barang dagangannya, pasti akan menggunakan bintang iklan yang layak jual. Ini teori promosi yang sangat sederhana. Kalau ada produk yang membutuhkan ikon atau bintang iklan untuk sebuah tema provokasi dan sensasional, mungkin George Aditjondro akan dipilih untuk ikonnya.
Sumber:http://rohaditerate.blogspot.com