Anda pasti pernah menyaksikan acara kontes makan. Beberapa orang mungkin malah sudah pernah mencoba mengikutinya.
Tetapi tahukah Anda, kalau kontes seperti ini telah menjadi olah raga profesional? Beberapa orang mengikuti lomba makan sebagai profesi. Pasalnya hadiah yang ditawarkan dalam competitive eating memang cukup menggiurkan.
Misalnya saja Joey "Jaws" Chestnut, Tim "Eater X" Janus, dan Takeru "The Tsunami" Kobayashi. Mereka adalah nama-nama tersohor dalam ajang competitive eating tingkat dunia. Para 'atlet' ini merupakan dilatih secara khusus dan terdapat staf medis yang mengawasi jalannya kontes.
Competitive eating bahkan memiliki organisasi sendiri, seperti halnya FIFA dalam olah raga sepak bola. Dilaporkan ABC News, ada The International Federation of Competitive Eating (IFOCE), Association of Independent Competitive Eaters (AICE), dan All Pro Eating yang menaungi olah raga ini.
Menurut Wikipedia, competitive eating mulai populer berkat Nathan's Hot Dog Eating Contest, kontes makan hot dog yang diadakan setiap hari kemerdekaan Amerika Serikat. Kala itu, Takeru Kobayashi berhasil melahap 50 hot dog dalam beberapa menit. Kobayashi berhasil memecahkan rekor sebelumnya, yaitu 25 hot dog. Kemenangannya mendapat sorotan luas berbagai media massa dan sejak itu competitive eating pun mulai mendunia.
Dalam competitive eating dikenal beberapa teknik makan yang resmi digunakan. Antara lain chipmunking (memasukkan makanan sebanyak-banyaknya ke dalam mulut), dunking (mencelupkan makanan ke dalam air agar lebih mudah ditelan), dan debris (memipihkan makanan). Tetapi untuk kontes makanan yang menerapkan aturan 'picnic style rules', teknik dunking dan debris dilarang.
Berlainan dengan anggapan umum, tak semua orang yang doyan makan bisa menjadi atlet competitive eating. Kebanyakan juara competitive eating bahkan tak memiliki tubuh gemuk. Mereka harus punya sistem pencernaan yang bagus. Biasanya para peserta menjalani latihan khusus. Makan dalam jumlah besar beberapa hari sebelum lomba. Tujuannya adalah memperkuat sistem cerna. Tetapi karena latihan tanpa pengawasan profesional bisa berakibat fatal, IFOCE melarang para kontestan untuk berlatih sendiri.
Walaupun begitu, bukan berarti olah raga ini tidak menuai kritik. Competitive eating dituding mencerminkan budaya konsumtif dan mendorong anak-anak untuk menjadi obesitas. Selain itu risiko kesehatan dalam lomba makan super cepat ini turut menjadi perhatian. Tak jarang peserta yang mengalami tersedak atau pendar*han usus karena menelan begitu banyak makanan dan minuman dalam waktu singkat.
(sumber)