Sudah sangat lama kebanyakan orang di dunia meyakini bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Sebagai pusat, bumi diam tak bergerak, sedangkan benda-benda langit mengelilinginya. Sebagai contoh yang menipu mata, adalah pergerakan matahari yang terbit dari timur dan tenggelam di barat. Beruntunglah ada sosok Nicolaus Copernicus yang mampu mendobrak tradisi tersebut. Copernicus, yang disebut-sebut sebagai bapak Astronomi Modern, hari ini tanggal 19 Februari 2015 Google merayakan ulang tahunnya. Menjadi pengembang teori heliosentris (matahari sebagai pusat) dalam bentuk yang detail.
Nicolaus Copernicus
Ya, sejatinya, teori bahwa bumi mengelilingi matahari, tidak murni berasal dari Copernicus, pria yang lahir di Torun, 19 Februari 1473. Melainkan sudah muncul jauh-jauh hari. Semisal, gagasan Aristarkhus dari Samos pada abad 3 SM. Phythagoras, juga memiliki ide serupa. Para pengikutnya menyebarluaskan ajaran bahwa bumi dan matahari bergerak mengelilingi sebuah ‘api pusat’. Namun, dalam perjalanan waktu, ide bahwa bumi adalah pusat yang dicetuskan Aristoteles, lebih terkenal dan lebih mudah dipahami masyarakat dari zaman ke zaman.
Tidak demikian dengan Copernicus. Sejak sekitar tahun 1514, ketika ia berusia 41 tahun, pria ini menulis manuskrip yang diberi titel Nicolai Copernici de hypothesibus motuum coelestium a se constitutis commentariolus (atau lebih umum dikenal sebagai Commentariolus). Teori Copernicus kala itu masih ‘mentah’, tidak didukung argumen yang memadai, tanpa ada perhitungan matematis, tapi sudah berpijak pada pemikiran tentang pergerakan bumi. Manuskrip sejumlah 40 halaman ini hanya diedarkan kepada kalangan terbatas, rekan-rekan Copernicus. Ada kemungkinan ia menghindari perseteruan, entah dengan kalangan religius atau dengan kalangan filsuf dan ahli astronomi.
Setelah perjuangan panjang, Copernicus bersua dengan Georg Jiachim Rheticus, seorang ahli matematika yang kemudian menjadi muridnya. Rheticus menyusun ringkasan teori sang guru dalam buku Narratio prima, kemudian menerbitkannya. Melihat karya tersebut ternyata diminati banyak orang, dan atas desakan Rheticus, akhirnya Copernicus berani untuk menerbitkan karyanya De revolutionibus, yang merupakan karya final dari karyanya terdahulu, Commentariolus.
Judul karya tersebut, yang secara lengkap berbunyi De revolutionibus orbium coelestium (tentang Perputaran Bola-Bola Langit), tidak berasal dari sang pengarang sendiri. Melainkan dari Andreas Osiander, seorang teolog yang diberi hak untuk menjadi supervisor buku tersebut oleh Rheticus.
Di sinilah Osiander memberi peranan penting. Dengan frasa ‘bola-bola langit’ di judul, terkesan karya ini dipengaruhi gagasan Aristoteles, bukan sebaliknya. Dan Osiander juga menulis kata pengantar unik, yang menyebutkan isi buku ini belum tentu benar. Osiander sendiri tidak mencantumkan nama atau tanda tangan pada kata pengantar tersebut. De revolutionibus diterbitkan pada 1543, tahun meninggalnya Copernicus.
Buku Copernicus yang berisi 7 gagasan pokok ini, awalnya menerima respons positif berkat trik Osiander. Namun, pada akhirnya, karya penting ini mengundang kontroversi. Pada tahun 1616 Gereja Katolik mencantumkan De revolutionibus sebagai buku terlarang. Dan, butuh waktu lebih dari 200 tahun untuk gereja mencabut daftar tersebut.
Disebutkan bahwa ada kekhawatiran dari pihak gereja, jika buku ini disebarluaskan, akan muncul rasa tidak hormat kepada institusi tersebut. Karena, gereja sendiri mendukung teori bumi sebagai pusat alam semesta. Padahal, ide bahwa bumi merupakan pusat segalanya, tidak berasal langsung dari Alkitab. Hanya, merupakan penafsiran harfiah atas ayat-ayat Tuhan oleh kalangan gereja, yang kemudian dijadikan doktrin.
Copernicus sendiri, meninggal dengan tenang, jauh sebelum kontroversi bukunya. Copernicus yang sempat koma karena stroke, dikabarkan sadar ketika diberi tahu bukunya sudah terbit, dan menjalani hari-hari terakhir hidup dengan menggenggam karya yang mengubah pandangan dunia tersebut.